Earl Grey
Oh, my dear
Selalu itu yang dikatakan olehnya. Sudah berapa kali kata itu kudengar hari ini, minggu ini, bulan ini, selama aku berhubungan dengan seorang Fadi Muhammad, seorang arsitek yang lumayan punya nama dan sedang menulis disertasi nya untuk mendapat gelar doktor. Kurasa kata-kata ini ia dapat selama dia belajar di London dan dikelilingi oleh wanita-wanita London yang berkulit putih dan memakai rok pendek walau di musim dingin sekalipun. Dan sepertinya ‘Oh my dear’ nya itu merupakan satu-satunya oleh-oleh yang dia bawa untukku saat dia berniat untuk menulis disertasinya di Indonesia saja.
Hujan semakin deras, dan ac di mobil pun cukup kencang. Aku berniat menaikkan suhunya saat lampu merah jalan menyala dan Fadi menghentikan laju mobil. Dia menatapku dengan pandangan lembut.
“Ingin minum kopi?” tanyanya. Aku memutar ac mobil, menaikkan suhunya.
“Earl Grey…”
“Itu teh, sayang…”
“Aku tahu…”
“Green tea saja, ya…Di starbucks, sekalian aku ingin sekali minum kopi.”
“Ya sudah.”
Selalu itu yang dikatakan olehnya. Sudah berapa kali kata itu kudengar hari ini, minggu ini, bulan ini, selama aku berhubungan dengan seorang Fadi Muhammad, seorang arsitek yang lumayan punya nama dan sedang menulis disertasi nya untuk mendapat gelar doktor. Kurasa kata-kata ini ia dapat selama dia belajar di London dan dikelilingi oleh wanita-wanita London yang berkulit putih dan memakai rok pendek walau di musim dingin sekalipun. Dan sepertinya ‘Oh my dear’ nya itu merupakan satu-satunya oleh-oleh yang dia bawa untukku saat dia berniat untuk menulis disertasinya di Indonesia saja.
Hujan semakin deras, dan ac di mobil pun cukup kencang. Aku berniat menaikkan suhunya saat lampu merah jalan menyala dan Fadi menghentikan laju mobil. Dia menatapku dengan pandangan lembut.
“Ingin minum kopi?” tanyanya. Aku memutar ac mobil, menaikkan suhunya.
“Earl Grey…”
“Itu teh, sayang…”
“Aku tahu…”
“Green tea saja, ya…Di starbucks, sekalian aku ingin sekali minum kopi.”
“Ya sudah.”
Komentar
Posting Komentar