Journey to Japan

So, today will be the last day for me in my homecountry because starting tomorrow I will depart to The Land of Rising Sun, Japan.

The Dream


Sepuluh tahun lalu, saya tidak pernah menyangka bahwa saya akan benar-benar pergi ke negeri yang lama saya cita-citakan. Dulu, mimpi saya sederhana saja. Saya ingin visa pertama saya di paspor adalah ke Jepang dan tanpa biaya sendiri. Alhamdulillah, Tuhan bantu saya mewujudkan keinginan saya setelah hampir sepuluh tahun saya memimpikan hal yang sama.

Usaha pertama saya mengejar beasiswa ke Jepang saya lakukan kira-kira enam tahun yang lalu, saat saya mendaftar beasiswa Monbukagakusho lewat jalur Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. Program yang satu ini akan dibuka setiap tahunnya kira-kira sekitar bulan April. Karena waktu aplikasi yang sangat singkat kurang lebih hanya satu bulan, maka untuk mendaftar program ini ada baiknya mempersiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan beberapa bulan sebelum proses dibuka. Jadi begitu program dibuka, jebret! Langsung masukkan aplikasinya! Jangan telat mengirim aplikasi, karena Kedubes Jepang tidak ada ampun untuk hal satu ini.

Tapi pengalaman saya, saat saya mencoba tahun 2009, waktu itu ada dokumen saya yang kurang. Saya dihubungi oleh bagian pendidikan kedubes untuk mengirimkan kembali dokumen yang kurang. Kebetulan mungkin waktu itu bagian pendidikannya super baik hehe. Sayangnya, saya tidak lolos ujian tertulis. Oh ya, ujian tertulis program monbusho G to G ini cukup susah, memang harus belajar terlebih dahulu. Dan untuk jalur S1 persaingannya sangat ketat. Beberapa teman saya, mengambil jalur diploma, berhasil berangkat ke Jepang dan melanjutkan S1 disana begitu program diploma nya selesai. Jadi apply diploma terlebih dahulu bisa jadi pilihan yang sangat menarik untuk teman-teman yang ingin langsung kuliah di Jepang begitu lulus SMA. Saya pernah mencoba lagi program ini sekitar tahun 2013 program research student untuk keberangkatan 2014, tapi lagi-lagi saya gagal hehe...

Sepertinya memang Tuhan baru menyuruh saya berangkat tahun 2015 ini ^^

The Way

Saat saya tahu ada teman SMA saya yang berhasil ke Jepang tahun keberangkatan 2013 program master + doktoral taught in English dengan beasiswa monbukagakusho, saya cukup kaget, karena baru tau ada program yang begini di beberapa universitas besar di Jepang (padahal programnya sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun). Ternyata informasi yang saya cari masih kurang hehe. Saya sudah mulai mencari-cari info studi lanjut dari semester 6 bangku sarjana. Tapi, mungkin saat itu saya belum fokus, belum tau mau ke negara apa, universitas apa, bidang studi apa ... beh pokoke blur tenan. Jadinya saya daftarlah program Fast-track yang kebetulan ada di fakultas kampus saya (itupun daftarnya di hari terakhir menit-menit terakhir, haha). Waktu saya dapat pengumuman kalau saya lulus program fast-track barulah saya tau info teman saya yang dapat program S2+S3 itu. Saya mau ikutan daftar tapi ya programnya baru buka tahun depannya lagi. Jadi saya pikir, ya sudahlah saya daftar akhir tahun 2013 saja. Program ini biasanya buka sekitar Oktober-Desember. Jadi, pastikan sudah mulai kumpulkan dokumen-dokumennya jauh-jauh hari sebelum itu.

Tahun 2013, saya mulailah petualangan browsing saya untuk mencari sekolah lagi (kok demen banget e sekolah -_-). Tapi, lagi-lagi saya belum fokus. Waktu itu yang saya lakukan adalah screening nama-nama profesor dari berbagai universitas top di dunia, mulai dari Cambridge, Imperial College, TU Delft, TU Munchen, Wageningen, University of Queensland, Tokyo Institute of Technology, Waseda University, Tsukuba University sampai King Abdul Aziz pun saya cek. Karena memang waktu itu saya masih belum tau mau apa. Saat mencari kata kunci penelitian profesor, saya hanya tau apa yang tidak saya suka, tapi saya tidak benar-benar tau apa yang saya mau. Untuk teman-teman yang sudah tau pasti mau belajar apa, ini sangat membantu karena akan sangat menghemat waktu. Browsing riset profesor itu makan waktu cukup lama, lho. Dan kebetulan saya bukan tipe yang suka umbar kirim email banyak-banyak ke macam-macam profesor. Saya pikir saya akan email profesor yang saya benar-benar minat dan punya bayangan risetnya seperti apa. Kebetulan penelitian skripsi dan tesis saya di UI adalah tentang biofuel dari mikroalga. Jadilah, waktu yang saya habiskan untuk baca penelitian profesor-profesor itu jadi sangat lama. Melelahkan memang, tapi saya yakin semua punya caranya masing-masing ^^

Akhir tahun 2013 itu hanya satu pendaftaran yang saya kejar, yaitu program master + doktoral Tokyo Institute of Technology. Tapi sayangnya sampai minggu terakhir sebelum pendaftaran ditutup saya belum dapat sensei yang mau terima saya di labnya T.T, padahal dokumen-dokumen lain sudah lengkap. Ya, saya jadi tidak daftar akhir tahun 2013. Sambil menghabiskan mata kuliah di program magister teknik UI dan menyelesaikan tesis saya mulai menata keberanian lagi untuk mendaftar tahun 2014.

Oktober 2014, saya mulai cari-cari lagi info pendaftaran sekolah dan beasiswa yang dibuka di periode itu. Saya langsung fokus untuk cari sekolah di Jepang karena alasan paling utama: Saya tidak punya uang untuk ikut tes IELTS, TOEFL IBT dan sejenisnya itu. Saat itu saya baru lulus, kere, uang dari proyek dosen pun cuma cukup buat makan sama ngekost, udah lulus S-2 mana tega saya minta uang ke orangtua buat tes IELTS hahaha. Berhubung universitas di Jepang masih bisa dijangkau dengan TOEIC, jadi saya pilih yang paling affordable. Kebetulan waktu itu sudah ada program LPDP, jadilah saya sedikit lega. Saya pikir, oke saya fokus cari sekolahnya saja, insya Allah nanti bisa apply LPDP. Lalu, di tengah-tengah kesibukan proyek bersama dosen yang bikin kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala (lebay), saya sembunyi-sembunyi ikut sosialiasi studi lanjut dari Osaka University di kampus saya. Waktu itu kebetulan yang melakukan presentasi adalah Ibu Sastia Prama Putri, asisten profesor di Osaka University. Waktu beliau menjabarkan penelitiannya tentang metabolom dan juga biobutanol saya langsung semangat. Saya pikir 'Wah ini menarik sekali'. Kebetulan juga saya duduk di samping dosen saya Dr. Muhammad Sahlan, yang langsung bilang 'Ayo, daftar Pijar, yang duduk disini dari bioproses cuma kamu loh.' yang saya tanggapi dengan senyuman. Di bulan yang sama itu juga pembimbing tesis saya menawarkan studi S3 ke Nara Institute of Science Technology (NAIST) yang infonya beliau dapat juga dari Dr. Sahlan. Akhirnya per Desember 2014 saya mendaftar (urut prioritas) ke Tokyo Institute of Technology (Tokyo Tech), Osaka University dan NAIST.

The Reality

Untuk Tokyo Tech, ada ceritanya sedikit. Karena pendaftaran sekolah ke Jepang rata-rata masih konvensional alias harus kirim hardcopy (online ada, tetapi sepertinya tidak semua ada), berarti saya harus kirim paket paling telat H-7 deadline pendaftaran. Sampai H-8 saya belum dapat satu profesor pun yang mau terima saya, sampai suatu malam sehabis pulang kerja saya cek email, 3 sensei membalas email saya sekaligus. Email pertama dari sensei ahli Saccharomyces cerevisiae, labnya penuh. Coret. Sensei kedua, baru jadi labnya, bener-bener baru mau ngisi lab. Coret. Sensei ketiga, yang setahun lalu saya contact juga tapi tidak membalas, menyatakan oke menerima saya. Alhamdulillah. Langsung malam itu juga saya print email of consent dari beliau, dan dokumen-dokumen saya kirim keesokan harinya. 

Untuk Tokyo Tech tahap interview diadakan sebelum saya kirim aplikasi, sekitar bulan November. Saran saya, pelajari tema riset sensei yang kamu tuju. Kalau perlu cari jurnalnya dan dibaca, tidak perlu paham-paham banget, tapi paling tidak kita paham yang dikerjakan sensei tersebut. Jawab saja dengan santai, pede. Kalau sesi interview sudah selesai, tanyakan apa saja yang ingin kamu tanyakan. Waktu itu saya bertanya apakah chance saya sama dengan peserta lain karena background saya bukan dari bioteknologi. Interviewer saya menjawab tidak ada masalah, bahkan beliau sendiri basicnya Chemist. Lega lah saya, paling tidak, tidak ada diskriminasi jurusan hehe.

Untuk Osaka University, applicant diharuskan mengurutkan prioritas lab. Waktu itu pilihan pertama saya jatuh ke lab yang meriset metabolom (Fukusaki Lab). Ternyata, satu bulan setelah aplikasi saya dikirim, seorang sensei yang prioritas lab nya saya taruh agak di bawah (hehe) menghubungi saya dan meminta saya untuk skype-chat dengan beliau. Beliau menawari saya untuk join lab beliau, galau lah saya, secara tema risetnya saya blank blas sama sekali ga paham. Tapi berhubung saya tipe yang 'jarang nolak' kalau ditawari sesuatu, dan saat saya baca riset beliau ternyata menarik, walau saya have no idea at all, dengan bismillah saya terima tawaran beliau. Mungkin tema risetnya karena bener-bener baru buat saya, saya akan bisa keluar dari comfort zone 'per-alga-an' saya selama ini.

Selain interview ada juga tes online dari 3 profesor yang harus kita jawab pertanyaannya. Saran saya, kerjakan sendiri, jangan tanya-tanya orang. Berhubung tes online, saya punya cukup banyak waktu untuk mengerjakan. Tapi berhubung, diselingi kerjaan di kantor, jadi ya cukup pusing juga mengerjakan 9 pertanyaan yang datangnya suka-suka. Jadi begitu datang soal, langsung kerjakan. Kalaupun mesti cari referensi dari internet, cari saja, tapi kalaupun mengutip hasil penelitian jangan lupa masukkan kutipannya dari mana.

Untuk NAIST, di bulan Januari saya resmi ditolak bahkan sebelum interview hehe. Memang bukan rezekinya.

And it starts 

Akhir Januari 2015, tiba-tiba datang email dari Osaka University. Isinya ... LOA! Alhamdulillah, itu pertama kali saya terima LOA, bahagia sekali rasanya. Impian semakin dekat. Tahap terakhir adalah interview dari pihak Monbukagakusho yang akan membiayai studi saya. Nah, cuma saya masih galau, karena jujur secara tema riset, tema di Tokyo Tech sangat menarik minat saya, mungkin karena saya sudah lebih familiar dengan temanya. Tapi, LOA memang belum saatnya keluar bulan Januari untuk Tokyo Tech sedangkan saya harus menandatangani pledge bahwa saya tidak tengah memasukkan aplikasi monbusho U to U ke universitas di Jepang lainnya. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan dan hasil diskusi dengan orangtua, bismillah saya ajukan pengunduran diri dari pendaftaran di Tokyo Tech.

Proses setelah interview monbusho memakan waktu beberapa bulan hingga pengumuman keluar. Pengumuman yang dijanjikan bulan Juni pun akhirnya keluar juga pertengahan Juli, tepat 2 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Alhamdulillah, berkah Ramadhan saya dinyatakan lolos sebagai awardee Monbukagakusho. Saya pun punya waktu 2,5 bulan untuk mempersiapkan diri, mulai dari pengunduran diri dari tempat kerja, pindahan dari Serpong ke Palembang, pamit-pamit dengan sanak saudara dan riweuh riweuh lainnya yang alhamdulillah berjalan cukup lancar hingga H-1 keberangkatan saya ini.

Saya tidak bisa menebak apa yang akan terjadi setelah lima tahun dari sekarang ... setelah saya Insya Allah lulus dari studi lanjut saya. Tapi satu hal yang saya yakin, jika benar-benar niat dan berusaha, selalu ada jalan. Kadang Tuhan memang tidak kasih jalan langsung atau jalur cepat, tapi percaya saja Tuhan yang paling tahu apa yang paling pas buat makhlukNya. Terima kasih untuk semua orang yang mendukung saya sampai detik ini, terutama orangtua dan keluarga tercinta, sahabat-sahabat, juga rekan kerja yang menemani saya satu tahun terakhir.


Ditulis dalam keadaan sedikit sakit kepala dan meler efek asap yang belum hilang dari bumi Sumatera, di rumah orangtua tercinta, Palembang





Komentar

Postingan Populer