Puasanya minoritas

Tahun ini tahun kedua saya berpuasa di Negeri Sakura. 
Sebagai warga negara asing.
Sebagai seorang muslim.
Sebagai seorang minoritas.

Tanpa suara anak-anak yang membangunkan 'Sahur~ Sahur~' sebelum fajar tiba
Tanpa suara adzan masjid yang mengingatkan tanda subuh
Tanpa makanan sahur yang disiapkan oleh keluarga
Cukup berbekal ayam dimasak tumis untuk stok seminggu yang dimasak di akhir pekan
Kadang kala saat malamnya lupa menanak nasi,
maka mie instan pun jadi jalan keluar

Berpuasa di negeri sakura
Tidak ada tirai yang dipasang di warung-warung makan
Seven eleven ya tetap saja buka dimana-mana
Wong bir saja berjejer dengan rapi di lemari pendingin supermarket
Majalah dengan model berpakaian dalam tetap terpajang dengan santainya

Tidak pernah saya sebegitunya menanti buka puasa seperti saat disini
Walaupun buka puasa terasa begitu sederhana
Tidak ada kolak, es buah atau es dawet
Tidak ada gorengan dengan cabai rawitnya
Apalagi pempek dengan cukanya
Alhamdulillah, terkadang sempat ke mushalla kampus dan mendapat makanan berbuka dari berbagai negara yang berbeda
Kurma pun terasa begitu nikmat disini

Yang jadi obat rindu adalah buka puasa bersama orang-orang Indonesia
Tausiyah sebelum berbuka, makan takjil bersama dan sholat berjamaah
Berbuka puasa terasa begitu menenangkan

Semua aktivitas berjalan seperti biasa
Tidak ada yang namanya 'pulang cepat'
Tidak ada yang namanya cuti bersama
Tidak ada yang namanya mudik
Apalagi perpanjang libur lebaran hehehe
Alhamdulillah juga, insya Allah tidak ada pertanyaan 'kapan kawin?'

Kurang dari tujuh hari, Ramadhan tahun ini akan berakhir
Saat menengok lagi ke belakang
Barulah saya sadar semua Ramadhan yang saya alami di Indonesia
adalah privilege yang sangat besar
dengan berbagai kenyamanan

Maka, nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kau dustakan?

Komentar

Postingan Populer