Another Wonderful Holiday, to Madura Island

Bangkalan, 2 Februari 2012
.
Duduk di hadapan sebuah meja yang masih sama sejak kira-kira duabelas tahun yang lalu. Aku akan menghabiskan sisa liburanku hingga tiga hari sebelum semester baru dimulai di sini. Tidak banyak yang hal yang dilakukan. Sesekali menemani bude ke pasar tradisional. Ya, seperti pasar-pasar tradisional lainnya: luas, berkelok, bau, dan becek. Tapi, aku senang melewatinya,
karena memang sudah lama sekali sejak terakhir kali aku mengunjungi pasar yang seperti ini. Kehidupan perkotaan telah sangat memanjakanku karena aku bisa membeli apa pun di pasar swalayan yang terdapat di mall-mall besar. Bersih, wangi, terang, dan tentunya tidak akan membuat sandalku kotor karena lumpur. Saat ke pasar, aku jadi tahu bahwa para pedagang ini menjual barang dagangannya dengan sangat murah, tentunya jika dibandingkan dengan harga di pasar swalayan. Tetapi, jangan membayangkan bahwa aku hanya menemukan sayur-sayur layu di sini. Sayur-sayur di sini bahkan terlihat sangat segar, terlepas dari mana asalnya. Aku pun dapat menemukan wortel-wortel besar dan sangat jingga di sini, seperti layaknya wortel-wortel impor yang dijual di swalayan.

Bukan hanya itu, aku juga menemukan buah-buah aneh yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Ada suatu buah yang besarnya hampir sebesar kelapa dan berwarna hitam keunguan seperti manggis. Well, aku tidak begitu ingat apa namanya, tetapi keluargaku di sini memberi tahu bahwa isinya hampir mirip seperti kelapa muda dan ada airnya. Semoga sebelum pulang nanti aku sempat mencicipinya :9
Suasana di sini pun sangat asri. Kampung halaman ayahku berada di Desa Socah, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Pulau Madura. Yah, kurang lebih seperti itu kalau tidak salah :)
.
Keluarga
Di sini hanya tinggal kakekku, bude, om, dan saudara jauh ayahku yang biasanya mengurus rumah. Sepi memang, apalagi di siang hari karena bude pergi ke tempatnya bekerja. Sedangkan kakek akan bangun di pagi hari sekali dan langsung duduk di hadapan mejanya, membaca berbagai macam buku dan menulis berbagai macam hal. Lagu-lagu ‘tempo doeloe’ seperti keroncong sengaja disiapkan ayahku di sebuah minitape yang disambungkan dengan sebuah flashdisk. Sesekali kakek akan memintaku memutar tape itu untuknya dan akan ku-charge kembali begitu baterainya habis. Kacamatanya setia bertengger menemani beliau melewati aktivitas membacanya.
Jika mulai bosan, kakek akan berhenti dan duduk di dekat pintu tidak jauh dari meja belajarnya. Ia akan memperhatikan hal-hal di pekarangan rumah, entah itu pepohonan yang umurnya jauh lebih tua dariku, ataupun pot-pot berisi tanaman hias yang dipelihara oleh bude, bahkan semut-semut merah besar yang kusebut ‘semut rangrang’, beliau sebut sebagai kaling ^^

Lalu kakek akan tidur lama sekali. Saat itu aku baru tersadar bahwa kakek sudah sangat tua. Waktu tidurnya yang hampir sama dengan waktu tidur bayi membuatku teringat akan fase hidup manusia dimana manusia akan ‘kembali seperti bayi’.
Beliau akan sudah bangun di waktu zhuhur, makan, sholat, dan bersiap pergi ke madrasah. Kakek akan mengenakan pakaian rapih: kemeja batik, celana bahan, dan peci, lalu diantar berangkat oleh om ku.

Saat di rumah, kakek akan mengajakku mengobrol, bertanya tentang keadaan rumah, orangtua dan adik-adikku. Walaupun terkadang segan, karena memang pertemuanku dengan kakek bisa dihitung dengan jari, aku berusaha menanyakan hal yang bisa jadi bahan obrolan.

Semoga sepuluh hari yang akan kuhabiskan di sini akan menjadi kenangan yang manis bagiku tentang kakek.
.
Perjalanan
Aku belum pernah benar-benar memperhatikan tempat ini seperti sekarang. Dulu saat beberapa kali aku ke sini bersama keluargaku, aku terlalu sibuk tiduran di mobil atau memainkan handphone-ku. Namun, kali ini rasanya aku ingin merekam semua yang kulihat dalam otakku, sejak aku meninggalkan surabaya untuk berangkat ke madura dengan diantar oleh Pakde ku, aku ingin melihat semuanya…dan mengingat semuanya.

Jalan-jalan di surabaya cukup lebar dengan taman-taman besar yang memisahkan dua jalur jalannya, mengingatkanku pada kondisi jalan-jalan di kota malang. Walau di beberapa titik terdapat kemacetan, perjalanan hingga ke gerbang tol Suramadu cukup lancar. Namun, ada satu hal yang menarik perhatianku di sini dimana pengguna kendaraan entah kenapa tidak terlihat begitu tertib. Seringkali, terutama sepeda motor, berhenti di daerah zebra cross saat lampu merah menyala. Dan itu tidak satu, tetapi banyak sekali sepeda motor lain yang melakukan hal yang sama, membuat tempat yang seharusnya menjadi tempat penyeberangan itu tertutup dan menyulitkan para penyeberang jalan. Aku sedikit heran, karena tidak sering menemukannya di Palembang ataupun di Depok. Terbukti karena jika aku menyeberang jalan di Depok, khususnya, aku belum pernah menemukan hal yang sama.

Jembatan Suramadu. Rasanya tidak sampai sepuluh menit dari masuk gerbang tol suramadu hingga tiba di Pulau Madura. Di sebelah kanan kiri jembatan terdapat jalur khusus sepeda motor yang hanya dibuka jika kondisi angin dianggap aman untuk melakukan penyeberangan. Mobil pakde pun melaju dengan tenang. Dari jauh aku sudah bisa melihat dua menara jembatan dengan kabel penahan berwarna jingga…terlihat cantik di sore hari yang cukup cerah hari itu. Aku bisa membayangkan bagaimana jika aku melewatinya di malam hari, pasti terlihat lebih bagus dengan cahaya-cahaya lampu di sekitarnya.

Laut terlihat begitu indah dan biru dari jauh, sayangnya kameraku tidak cukup canggih untuk menangkap semua itu :)

Begitu tiba di pulau Madura, mobil pakde melewati jalan-jalan yang cukup lebar dan sepi, seperti jalan-jalan tol yang baru dibuka. Terkadang ada sawah di kanan kiri, ataupun hanya rerumputan dan ilalang yang tinggi. Di suatu daerah mulai terlihat ada pembangunan perumahan. Ada juga jalan-jalan yang baru dibangun seperti yang diceritakan oleh pakde. Jalan-jalan yang tadi lebar, mulai mengecil, seperti jalan-jalan setapak yang sering kulihat dalam mimpi. Ya, itu semua sangat indah.
.
Hal-hal Menarik
Hal yang paling kutunggu-tunggu jika aku berkunjung ke kampung halaman ayahku ini adalah naik andong atau kereta kuda kecil yang banyak sekali kutemui di desa Socah ini. Di sini tidak ada angkutan umum. Rata-rata penduduk di sini berjalan kaki, menggunakan sepeda motor, dan para ibu-ibu biasanya naik andong. Tempat duduknya biasanya hanya muat untuk empat orang duduk berhadapan dan dua orang duduk di bangku kusir. Kudanya? Yah, jangan membayangkan kuda-kuda putih dan cantik seperti di film Lord of The Ring. Yang jelas, kalau Raditya Dika pernah menyebut-nyebut tentang parkiran elang di stand up comedy nya, maka aku bisa melihat parkiran kuda di depan pasar tradisional Socah ini. Cukup bau memang, tapi jadi menambah perbendaharaan-bau yang kuketahui :)

Pemandangan lain yang jarang kulihat adalah pakaian yang biasa dikenakan ibu-ibu di sini. Paduan kain batik, korset, kemben dan kebaya luaran juga kain yang diikat di bagian belakang kepala seperti bajak laut tersebar di seluruh penjuru pasar. Giwang dan gelang emas yang mereka kenakan terlihat jelas di balik pakaian mereka yang bisa dibilang cukup tradisional itu. Belum lagi ibu-ibu yang membawa baskom besar berisi dagangan ataupun barang belanjaan mereka, dan baskom itu ditaruh di atas kepala, seolah terlihat sangat ringan. Pemandangan ini sudah tidak pernah kutemukan lagi di pasar tradisional di Palembang ataupun di Depok. Jika aku mencoba hal yang sama seperti yang dilakukan ibu-ibu tersebut, mungkin tinggi badanku tidak akan mencapai akan 150 cm lagi :)

Ada satu hal lagi yang menarik perhatianku di sini. Kupu-kupu. Ya, kupu-kupu. Tiada hari tanpa aku melihat kupu-kupu di sini. Tidak hanya satu atau dua, mereka beterbangan di mana-mana. Dan bukan hanya kupu-kupu kecil berwarna kuning yang terkadang kulihat di kampus UI Depok, tapi kupu-kupu cukup besar berwarna biru, ungu, dan warna cerah seperti jingga. Saat aku sedang berada di andong ketika pulang dari pasar, aku menemukan sebuah pohon dimana banyak kupu-kupu beterbangan mengelilingi pohon tersebut. Lima? Sepuluh? Tidak, mungkin lebih. Itu banyak sekali sampai aku pun terheran-heran melihatnya. Itu benar-benar seperti pohon-pohon yang sering kulihat di film-film kartun Disney, penuh khayalan dan indah. Namun, lagi-lagi sayangnya kameraku tidak cukup canggih untuk menangkap semua itu, hehe. Sepertinya nanti aku harus menabung untuk membeli kamera yang bagus ^^

Komentar

Postingan Populer