Bincang-bincang bersama Mahasiswa Jepang Jurusan Bahasa Indonesia

Mungkin ada teman-teman yang sedikit kaget membaca judul post kali ini. He? Jurusan Bahasa Indonesia? Di Jepang? Memangnya ada ya?

Kurang lebih seperti itu jugalah pikiran pertama saya sewaktu pertama kali bertemu mahasiswa Jurusan Bahasa Indonesia di Jepang kira-kira satu tahun yang lalu. Saya ingat waktu itu adalah acara barbeque untuk menyambut kedatangan mahasiswa baru dari Indonesia yang diadakan di Nara Institute of Science and Technology (NAIST). Saat bertemu seorang Jepang yang merupakan teman dari seorang Indonesia, saya terkaget-kaget. "Lho, kamu bisa Bahasa Indonesia?". Lalu orang Jepang itu menjawab, "Iya, saya kuliah jurusan Bahasa Indonesia."

Kaget
Menemukan orang Jepang yang bisa berbahasa asing merupakan hal yang menyenangkan buat saya. Maksud saya dengan orang Jepang disini adalah orang-orang awam yang biasa ditemui di kereta atau swalayan. Tiba-tiba disapa dengan Bahasa Inggris saja, saya kaget, apalagi Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia, gitu lho, yang notabene hanya dipakai di Indonesia. Tapi, kalau dipikir lagi, mungkin kekagetan saya sama dengan kekagetan orang Jepang yang bertemu orang asing yang jago berbahasa Jepang. He he he.

Kekagetan dan rasa penasaran saya inilah yang membuat saya iseng mengikuti kegiatan bincang bersama dengan mahasiswa Jepang jurusan Bahasa Indonesia Osaka University yang diadakan oleh jurusan tersebut bekerja sama dengan PPI Osaka-Nara.

Ngobrol sambil makan
Ya, tema ngobrol sambil makan memang paling laris dijual untuk mahasiswa dimana pun itu. Sambil ngobrol haha-hihi, dapet makan, gratis, siapa tau ketemu jodoh (eh). Acara bincang kali ini diadakan di Osaka University, Kampus Toyonaka. Karena kebetulan kampus saya ada di Kampus Suita, maka saya harus naik bus terlebih dahulu untuk sampai ke lokasi. 

Saat sampai, teman-teman Jepang dan Indonesia sudah mulai menghidangkan zouni, yaitu sup miso dengan isi mochi dan sayuran yang biasa disajikan saat perayaan tahun baru. Hangat sekali disantap di tengah menggigilnya musim dingin kali ini. Sambil makan sup mochi yang hangat, saya mulai masuk ke lingkaran teman-teman yang sedang mengobrol dan mendengarkan obrolan mereka. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa tingkat dua dan tingkat tiga. Dan bahasa Indonesia mereka sangat bagus! Senang rasanya saat tahu ada banyak teman-teman Jepang yang bisa berbahasa Indonesia. Serasa di rumah sendiri...

Nongkrong dan banget
Satu hal yang saya sadari kali ini adalah, teman-teman jurusan Bahasa Indonesia ini tidak awam dengan bahasa sehari-hari, atau sebut saja bahasa gaul. Mereka belum tahu yang namanya 'nongkrong' atau 'banget'. Jadilah kita ajari mereka bahasa-bahasa 'aneh' ini. Saya pun teringat kadang-kadang teman-teman Jepang saya di lab juga suka mengajari saya kosa kata aneh yang biasanya hanya dipakai anak muda, hahaha.

Mochitsuki dan bentuk mochi
Saat beberapa orang sedang nikmat menyantap zouni, beberapa mahasiswa Jepang mengeluarkan sebuah palu dan mortar besar yang terbuat dari kayu. Mereka memasukkan nasi yang sudah masak dan lengket (saya lupa namanya, sepertinya sejenis ketan) ke dalam mortar, lalu mengajak kami bergantian untuk memukul ketan tersebut. Ya, inilah yang disebut dengan mochitsuki. Palunya cukup berat, dan saat saya mencoba saya hanya takut memukul tangan seorang mahasiswa Jepang yang membolak balik adonan ketan tersebut untuk dipukul-pukul LOL


Yak, pukul terus! Awas jangan sampai pukul tangan orang!

Mochi yang sudah jadi diambil sedikit dan dibentuk bundar, disajikan dengan kinako (tepung yang terbuat dari kedelai dan rasanya manis), atau dicelup ke dalam shoyu (kecap Jepang) dan dilapisi dengan nori (lembaran rumput laut). Rasanya? Gurih dan enak!

Mochi yang sudah jadi dicelup ke shoyu dan dibalut dengan nori. Enak!

Sebelum, acara berakhir salah seorang mahasiswa Jepang memberikan sedikit presentasi tentang perbedaan bentuk mochi di beberapa kawasan di Jepang. Daerah Kansai (termasuk Osaka tempat saya berada sekarang) memiliki bentuk mochi yang bundar. Namun, di Kanto kebanyakan mochi berbentuk persegi. Mereka bercerita, bahwa di zaman Edo, saat populasi tumbuh pesat, membuat mochi berbentuk bulat lebih sulit dan merepotkan. Karena itu mereka mulai membuat adonan yang lebih panjang dan memotong adonan tersebut sehingga menjadi persegi. Itulah mengapa di Kanto mochi persegi lebih populer. Dan yang mengagumkan bagi saya adalah, mahasiswa ini menjelaskannya dalam bahasa Indonesia! ^^

Belajar bahasa, belajar budaya, belajar manusia
Pada akhirnya, mempelajari bahasa adalah salah satu bentuk usaha mempelajari manusia. Saya belum sempat riset dan tanya-tanya lebih jauh tentang bagaimana bisa ada jurusan Bahasa Indonesia di Osaka University ini. Mungkin saja karena ada faktor kedekatan sejarah. Tetapi, pada dasarnya bahasa adalah sebuah tembok besar yang jika tidak dipahami dengan baik bisa menghalangi banyak aktivitas kita atau berujung kesalahpahaman. 

Pose 'Koi Dance', gerakan tari dari drama populer 'Nige Haji' yang belakangan super populer di Jepang LOL
Saya teringat pengalaman saya saat sedang wisata di Gunung Koya, dan bertemu seorang kakek yang tiba-tiba menegur saya dengan Bahasa Indonesia. Pekan lalu saya bertemu kembali dengan kakek ini dan beliau menunjukkan kamus Indonesia-Jepang yang beliau gunakan untuk belajar. Beliau juga menunjukkan novel Bahasa Jepang yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan novel sama dengan teks Bahasa Jepang. Saya melihat garis-garis berwarna yang beliau coretkan di novel tersebut, mungkin itu adalah beberapa kalimat baru yang beliau pelajari. Menyadari bahwa ada beberapa orang yang berusaha mengenal dan mempelajari budaya bangsa lain dengan antusiasme tinggi walau usianya sudah lanjut membuat saya tersentuh. 

Jika saudara-saudara kita yang berbeda bangsa dan bahasa saja berusaha belajar dan memahami kita, bagaimana bisa kita yang satu bahasa dan satu bangsa berdebat dan berkelahi tanpa akhir? 

Semoga cerita sederhana saya kali ini menjadi pelajaran baru untuk kita semua. 

Ngelab lagi ah...

Osaka, 21 Januari 2017
Di tengah sepinya lab dan udara yang dingin

Komentar

  1. Saya ingin sekali kuliah di Jepang atau membuat usaha di Jepang tetapi saya tidak bisa membaca bahasa Jepang atau berbicara bahasa Jepang yg saya tahu cuman ohayo dan nani😅.tapi saya bingung bisa atau tidak mewujudkannya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer