Kopi dan Dia (4)

Aku terbangun dan menemukan dua orang temanku yang masih tertidur di dalam tenda yang sempit ini. Hawa dingin menyelip masuk ke sela-sela tenda kami, membuatku sedikit menggigil. Aku berusaha menggerakkan tubuhku yang terasa kaku karena tidur dengan posisi terbujur lurus sepanjang malam. Ah, aku harus bergerak sekarang. Rasa pegal ini membuatku sangat tidak nyaman.

Saat aku keluar dari tenda, aku menemukan tanah yang basah dan langit yang sedikit mendung. Ah, mendaki keluar dari camping site ini akan sedikit menyebalkan. 

Aku menengadah menatap langit yang mendung lalu teringat akan langit yang penuh bintang di malam sebelumnya. Mungkin, bintang-bintang itu adalah bagian yang paling kusukai dari semua perjalanan ini. Apa bisa kau bayangkan, langit malam luas yang cerah dengan gugusan bintang yang berkelip pelan. Pegunungan yang mengelilingi kami di tempat ini, membuat bintang-bintang itu terlihat seperti berbingkai puncak barisan gunung. Sebuah keajaiban yang tidak akan ditemukan jika kami tidak sengaja menyempatkan waktu untuk menghabiskan liburan musim panas kami yang singkat di sini.

Tapi, kini langit itu mendung, seolah yang kulihat semalam hanyalah mimpi.

"Hei, kau mau kopi?" seru temanku yang tanpa kusadari sudah keluar dari tenda dan bersiap merebus air untuk sarapan. 

Aku menoleh dan berjalan mendekatinya. Ia menyeduh kopi instan yang ia bawa dari kampung halamannya. Wanginya membuatku teringat kopi seduhan ibuku di rumah. Aku mengambil kopi itu, meniupnya sebentar dan menyesapnya pelan.

"Ah, kopi yang diminum di atas gunung memang terasa berbeda."

"Memang apa bedanya?"

Aku memandang cairan hitam itu. "Mungkin kopinya sama. Hanya perasaanku terasa lebih tenang di atas sini, sehingga aku merasa lebih baik saat meminumnya."

"Begitu? Syukurlah."

Komentar

Postingan Populer