Kopi dan Dia (5-end)

Kali ini tidak ada kopi.
Yang ada adalah gelas-gelas bir, walaupun yang kuminum adalah teh oolong. Hanya ada aku, dia, teman-teman kami, dan tawa riang. Namun, tawanya adalah tawa favoritku. Lepas.

Di detik itu, aku bersyukur kami berpisah. Aku bersyukur kami tidak lagi bersama. Di saat itu, aku ingin berterima kasih karena dia telah memberanikan dirinya untuk mengakhiri hubungan kami. Aku sadar, tanpa harus bersama pun kami bisa menghabiskan waktu bersama dengan tawa riang. Dia tetap dirinya yang halus dan baik hati. Dan aku tetaplah aku yang menyukainya. 

"Bagaimana kabar Prof. Yamada? Apa dia masih suka mampir ke ruangan Prof. Tomoda?" tanya seorang temanku yang sudah lulus dari laboratorium kami dan sudah menjadi seorang salaryman. Hari itu adalah hari pertama kami bertemu dengannya kembali setelah setengah tahun lamanya.

Dia lalu menceritakan dalam bahasa Jepang bagaimana Prof. Yamada tiba-tiba berpikir jika akan ada yang ingat dengan ulang tahunnya yang akan tiba dalam dua hari. "Aku harap akan ada yang memberiku kue ulang tahun," kisahnya berusaha menirukan intonasi sang profesor. Kita semua pun tertawa.

"Beliau juga masih suka mengetuk-ngetuk pintu Prof. Tomoda. Lalu jika beliau tidak ada di ruangan, dia akan berkata 'Aa, hari ini tidak ada rupanya'." Kali ini giliranku menirukan dalam bahasa Jepang yang cukup pelan dan dia pun tertawa mengangguk tanda setuju. 

"Ya, dia akan persis berkata seperti itu." Ia pun kembali tertawa.

Tidak ada yang aneh, tidak ada yang canggung. Kadang mata kami bertemu namun tidak ada yang menghindar. Kami kembali menjadi teman yang menikmati kebersamaan kami bersama teman-teman yang lain. 

Aku melihatnya sekali lagi.

Perasaan ini biar aku saja yang tahu. 




Catatan:
Kopi dan Dia ini sebenarnya adalah usaha saya untuk kembali menulis cerita fiksi. Sudah lama sekali sejak terakhir saya menulis fiksi, biasanya saya akan menulis di fanfiction.net. Saat saya berusaha menulis kembali, ternyata sangat sulit. Menulis memang butuh kebiasaan. Saya lalu menulis Kopi dan Dia untuk membuat saya ingat kembali bagaimana rasanya menulis fiksi. Mungkin untuk yang sempat membacanya, ceritanya terasa tidak nyambung dan memang benar, hehe. Ceritanya bukan cerita bersambung. Hanya kumpulan cerita super pendek dimana saya berusaha memasukkan kata kopi di setiap ceritanya. 
Saya harap setelah ini saya bisa menulis lebih banyak. 

Komentar

Postingan Populer